Scroll untuk baca artikel
Opini

Sertifikasi Influencer Terstruktur: Model Profesionalisasi Industri Digital Indonesia

62
×

Sertifikasi Influencer Terstruktur: Model Profesionalisasi Industri Digital Indonesia

Sebarkan artikel ini
WhatsApp Image 2025-11-05 at 11.53.52
Maulana Alif Rasyidi

Penulis : Maulana Alif Rasyidi, Pengguna media sosial untuk pemasaran produk frozen fish, seafood, dan aneka frozen food.

Edukasi Update, Opini – Industri influencer di Indonesia telah menjadi salah satu fenomena penting dalam konteks komunikasi, pemasaran, dan pembentukan opini publik. Berbagai sektor mulai dari bisnis, pendidikan, kesehatan hingga keuangan mengandalkan para influencer untuk memperluas jangkauan pasar dan memengaruhi jutaan orang secara langsung.

Jasa Penerbitan Buku

Namun pesatnya perkembangan influencer juga menimbulkan masalah serius seperti persebaran promosi produk ilegal, pelanggaran etika, hingga misinformasi berbahaya yang dapat merugikan konsumen dan mengancam integritas informasi di masyarakat. Refleksi terhadap situasi tersebut, tiered approach atau pendekatan regulasi bertingkat, dipandang sebagai solusi strategis guna menjawab berbagai tantangan tanpa membatasi kreativitas dan kebebasan berekspresi para kreator digital.

Definisi Model Tiered Approach

Tiered approach adalah sistem regulasi yang menerapkan kebijakan berdasarkan kategori risiko, kualifikasi, atau skala bisnis influencer. Artinya, tidak semua influencer wajib memenuhi standar atau sertifikasi yang sama: syarat paling ringan berlaku untuk kreator umum yang hanya berbagi opini atau pengalaman personal, sedangkan aturan lebih ketat diberlakukan bagi influencer yang membahas topik sensitif seperti keuangan, kesehatan, hukum—atau memiliki pengaruh besar dalam perekonomian digital. Secara akademis, tiered approach memadukan prinsip profesionalisasi, harm prevention, dan perlindungan hak konsumen dengan safeguards bagi dinamika dan kebebasan budaya digital Indonesia. Pendekatan ini telah dicontohkan oleh regulasi pasar modal OJK yang mengklasifikasikan model endorsement dan peran influencer dalam industri sekuritas untuk memastikan transparansi dan perlindungan investor.

Kriteria dan Pengelompokan Tiered Approach

Model tiered approach digagas dengan beberapa tingkatan regulasi.
Tingkat pertama adalah voluntary certification (sertifikasi sukarela), yang artinya influencer berhak memilih sertifikasi, pelatihan etika digital, atau standar keterampilan yang dapat meningkatkan reputasi profesional mereka untuk menarik brand atau publik yang lebih luas.

Tingkat kedua adalah mandatory tier untuk influencer yang masuk kategori high-risk, yaitu mereka yang mempromosikan produk keuangan, kesehatan, atau hukum secara profesional, misalnya finfluencer atau healthfluencer yang harus memiliki lisensi atau sertifikat sesuai dengan standar nasional atau otoritas terkait.
Tingkat ketiga, enhanced tier, yaitu spesialisasi bagi top-tier influencer dengan followers besar atau pendapatan signifikan, mensyaratkan compliance lebih ketat, audit rutin, dan kontrak brand partnership yang terverifikasi.
Setiap lapisan dilaksanakan secara dinamis, menyesuaikan perubahan tren, teknologi, dan evaluasi dampak sosial.

Studi Komparatif Global

Berbagai negara sudah menerapkan model regulasi bertingkat dengan bukti keberhasilan dan tantangan yang dipertimbangkan. Bila memperhatikan kebijakan China, pemerintah mensyaratkan kredensial formal bagi influencer yang membahas topik sensitif misalnya gelar medis untuk pembahasan kesehatan. Sedangkan kebijakan di Eropa, program ad-Ethics menitikberatkan pelatihan, pemantauan, dan sertifikasi bagi influencer yang ingin meningkatkan standar profesional mereka. Adapun kebijakan India melalui IIGC, merintis kode etik dan standardisasi kontrak yang mengikat bagi partnership antara influencer dan merek.

Usulan formulasi yang relevan bagi Indonesia, model bertingkat paling relevan untuk mengakomodasi keunikan struktur industri yang sebagian besar masih berbasis komunitas dan UMKM, sekaligus menjaga kepercayaan konsumen di sektor yang semakin terdigitalisasi. Pengalaman regulasi dan kebijakan OJK menunjukkan pentingnya pembagian peran dan mekanisme kontrol internal agar kolaborasi antara influencer dan perusahaan sekuritas memenuhi persyaratan disclosure dan edukasi publik.

Manfaat Sistemik dan Dampak Positif Tiered Approach

Penerapan tiered approach membawa sejumlah manfaat fundamental bagi semua pihak.

Pertama, perlindungan konsumen lebih kuat karena influencer pada tingkatan risiko tinggi wajib mematuhi standar konten, validasi, dan pelaporan yang ketat.

Kedua, kredibilitas industri influencer meningkat: baik brand, perusahaan, maupun konsumen dapat dengan mudah menilai kompetensi dan keamanan kolaborasi.

Ketiga, membangun kepercayaan publik pada digital ecosystem Indonesia dengan menurunkan tingkat complaint, litigasi, dan reputational risk akibat pelanggaran hukum atau etika.

Keempat, mendorong profesionalisasi dan literasi digital di kalangan kreator—memperkuat daya saing industri Indonesia di tingkat global.

Manfaat ini mendukung ekosistem digital yang dinamis tanpa mengorbankan hak-hak dasar seperti kebebasan berekspresi dan inovasi digital.

Tantangan Implementasi dan Solusi Praktis

Walau banyak manfaat, tiered approach harus diterapkan secara hati-hati agar tidak menciptakan over-regulation, barrier to entry, atau dampak negatif pada demokrasi digital. Tantangan utama terletak pada definisi jelas terhadap kategori influencer, mekanisme verifikasi, serta lembaga pengawas yang independen dan akuntabel. Regulasi harus disertai edukasi publik, subsidi biaya sertifikasi bagi UMKM, serta integrasi dengan sistem platform agar disclosure dan pelaporan berjalan efektif dan transparan.

Tidak cukup sampai di situ, pembangunan sistem appeal dan review berkala juga seyogyanya dilakukan agar masyarakat serta kreator dapat memberi umpan balik, memastikan kebijakan tetap relevan dan adaptif. Sektor pemerintah, akademisi, dan industri perlu berkolaborasi membentuk lembaga sertifikasi mandiri yang berbasis prinsip multi-stakeholder, seperti misalnya sebutlah nomenklatur “Indonesian Influencer Council (IIC)” sebagai ikhtiar menjaga independensi dan profesionalisme penyelenggaraan tiered approach di Indonesia.

Usulan tiered approach tersebut layak dipertimbangkan sebagai blueprint bagi pengelolaan regulasi influencer Indonesia yang efektif dan berkelanjutan. Regulasi harus adaptif terhadap perubahan teknologi dan pola industri, serta didesain berbasis bukti dan aspirasi publik. Edukasi, subsidi, dan insentif positif harus selalu mendahului sanksi atau pembatasan.

Pemerintah dipandang perlu menempuh pilot project dan konsultasi terbuka sebelum memaksakan kebijakan menyeluruh, memastikan partisipasi masyarakat serta responsif terhadap kebutuhan UMKM dan komunitas digital. Melalui penerapan tiered approach, industri influencer dapat berkembang sehat, inovatif, dan tetap menjaga integritas informasi serta keamanan konsumen, mengangkat Indonesia sebagai pemimpin literasi digital dan governance influencer di kawasan ASEAN. Kredibilitas industri digital hanya bisa terjaga jika dijalankan dengan regulasi bertingkat yang profesional, adil, dan berorientasi pada kepentingan bersama itulah napas otentik dari kebijakan hukum era digital.